Padang lamun di
Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2 mempunyai
peran penting sebagai habitat ikan dan berbagai biota lainnya. Berbagai jenis
ikan yang bernilai ekonomi penting menjadikan padang lamun sebagai tempat
mencari makan, berlindung, bertelur, memijah dan sebagai daerah asuhan. Padang
lamun juga berperan penting untuk menjaga kestabilan garis pantai. Dalam
perkembangannya banyak daerah lamun yang telah mengalami gangguan atau
kerusakan karena gangguan alam ataupun karena aktivitas manusia.Gangguan dan
ancaman terhadap lamun pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni
gangguan alam dan gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik). Dalam
pengelolaan padang lamun, yang terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar
masalah rusaknya padang lamun yang pada dasarnya bersumber pada perilaku
manusia yang merusaknya.
Kata kunci:
Padang lamun, gangguan dan ancaman lamun dan perilaku manusia.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Indonesia
mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu
Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan
berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman
jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di
laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).
Ekosistem laut
merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia)
dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling
berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen- komponen ini secara
fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan
pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan
pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan
sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam
keseimbangannya.
Pada saat ini,
perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan
minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen (2001)
laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber
pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi
atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan
harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.
Salah satu sumber
daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, Lamun
(seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu
(monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Dimana secara
ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun
merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan
merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut Nybakken
(1988), biomassa padang lamun secara kasar berjumlah 700 g bahan kering/m2,
sedangkan produktifitasnya adalah 700 g karbon/m2/hari. Oleh sebab itu padang
lamun merupakan lingkungan laut dengan produktifitas tinggi.
Padang lamun
merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman
biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut
seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lam bis sp, Strombus sp),
Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp)
dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Lamun dapat
ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun
yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis
yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9
marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang
membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia
hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan
Thallasiadendron ciliatum Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron
ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa
tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok.
Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk
Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Askab, 1999; Bengen 2001).
Lamun pada umumnya
dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai
kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar
dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan
Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir
sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas
campuran pecahan karang yang telah mati. Keberadaan lamun pada kondisi habitat
tersebut, tidak terlepas dan ganguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan
hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia.
B.Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan dan permasalahan yang
terjadi pada ekosistem padang lamun.
C.Ruang
Lingkup
Teluk Banten
D.Rumusan masalah
Apakah permasalahan yang
terjadi pada ekologi padang lamun di teluk Banten?
Studi
Pustaka
Pengertian Ekosistem
Ekosistem
adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan
hidup dan
kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling
mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya. Ekosistem
mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan
interaksi kehidupan dalam alam (Dephut, 1997).
Ekosistem,
yaitu tatanan kesatuan secara kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan,
dan binatang yang dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga
semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi (Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983).
Ekosistem,
yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan Hidup Tahun 1997). Unsur-unsur lingkungan hidup baik unsur biotik maupun abiotik, baik
makhluk hidup maupun benda mati, semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam
ekosistem yang masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup
sendiri, melainkan saling berhubungan, saling mempengaruhi, saling
berinteraksi, sehingga tidak dapat dipisah-pisahkan.
Pengertian Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan
berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar
rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae)
(Wood et al., 1969; Thomlinson, 1974; Azkab, 1999). Jadi sangat berbeda dengan
rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun
dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub.
Padang lamun adalah ekosistem
pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun
(seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah
permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara
batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya
matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998).
Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal
juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi
lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis
atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Lamun umumnya membentuk padang
lamun yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari
yang memadai bagi pertumbuhannya. Lamun hidup di perairan yang dangkal dan
jernih, dengan sirkulasi air yang baik. Air yang bersirkulasi diperlukan untuk
menghantarkan zat-zat hara dan oksigen, serta mengangkut hasil metabolisme
lamun ke luar daerah padang lamun.
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun,
mulai dari substrat berlumpur sampai berbatu. Namun padang lamun yang luas
lebih sering ditemukan di substrat lumpur-berpasir yang tebal antara hutan rawa
mangrove dan terumbu karang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun
yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass
ecosystem).Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir
dan sering juga dijumpai di terumbu karang.
Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52
jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke
dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang
membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii,
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron
ciliatum. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas
organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem
ini hidup beraneka ragam biota laut (Gambar 17), seperti ikan, krustasea,
moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.),
Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp.,
Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.
Klasifikasi
Tanaman lamun memiliki bunga,
berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan
darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain
itu, generasi di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan
spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.
Lamun merupakan tumbuhan laut
monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma
yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae,
kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan
Indonesia yaitu:
- Hydrocharitaceae
- Cymodoceae
Famili Hydrocharitaceae dominan
merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan
lamun yang tumbuh di laut.
Di seluruh dunia diperkirakan
terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15
jenis yang termasuk ke dalam 2 famili:
- Hydrocharitaceae, dan
- Potamogetonaceae.
Jenis yang membentuk komunitas
padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides,
Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalahhidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalahhidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.
Klasifikasi menurut den Hartog (1970) dan Menez,
Phillips, dan Calumpong (1983) :
Divisi
: Anthophyta
Kelas
: Angiospermae
Famili
: Potamogetonacea
Subfamili
: Zosteroideae
Genus
: Zostera , Phyllospadix, Heterozostera
Subfamili
: Posidonioideae
Genus
: Posidonia
Subfamili
: Cymodoceoideae
Genus
: Halodule, Cymodoceae, Syringodium,
Amphibolis, Thalassodendron
Famili
: Hydrocharitaceae
Subfamili
: Hydrocharitaceae
Genus
: Enhalus
Subfamili
: Thalassioideae
Genus
: Thalassia
Subfamili
: Halophiloideae
Genus
: Halophila
Ciri-ciri
Ekologis
Menurut Den Hartog, 1977, Lamun mempunyai beberapa
sifat yang menjadikannya mampu bertahan hidup di laut yaitu :
- Terdapat
di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
- Pada
batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran
terumbu karang
- Mampu
hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
- Sangat
tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
- Mampu
melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika
keseluruhan tubuhnya terbenam air
- Mampu
hidup di media air asin
- Mempunyai
sistem perakaran yang berkembang baik
Karakter
Sistem Vegetatif
- Karakteristik Sistem Vegetatif
Bentuk vegetatif lamun
memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua genera
memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang
memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt),
kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.
Gambar . Morfologi Lamun
Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut
mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya
Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai
dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal
sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat
dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai
batas rata-rata daerah surut.
Secara umum lamun memiliki bentuk
luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk
organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki
struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda
dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun,
pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas.
• Akar
• Akar
Terdapat perbedaan morfologi dan
anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk
taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti
Halophiladan Halodulememiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Halophiladan Halodulememiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesiesThalass odendr on memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa
lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui
sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri
heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides,
Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg
N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting
dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen
merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang
penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel. Diantara banyak
fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis
yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem
lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar
dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis
seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui
mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain
(Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik.
Larkum et al (1989) menekankan bahwa
transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme
sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan
rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor
oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun
dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen.
Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari
detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan
ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada
substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan
tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di
jaringan akar relatif tinggi.
• Rhizoma dan
Batang
Semua lamun memiliki lebih atau
kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron
ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang
memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies
lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras
menjadikan Thallasodendron ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat
hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang.
Struktur rhizoma dan batang lamun
memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam
stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam
substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas
secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif
dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting
daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk
penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun.
• Daun
Seperti semua tumbuhan monokotil,
daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma
dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies
lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi
yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu
bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya
adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat,
sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang
berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh
dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun
petiolate tidak memiliki pelepah.
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan
stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat
menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien
langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi
tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.
FAKTOR-FAKTOR
LINGKUNGAN
Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan
ekosistem padang lamun :
- Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat
mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun
membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut
dan jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan
sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi
turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini
secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.
- Temperatur
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara
luas di daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa
lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini
tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah
tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28-300C.
Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika
temperatur berada di luar kisaran tersebut.
- Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir lamun adalah
10-40‰ dan nilai optimumnya adalah 35‰. Penurunan salinitas akan menurunkan
kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap
salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat
mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh
terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.
- Substrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen,
mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi
pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan
kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung
tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.
- Kecepatan
arus
Produktivitas padang lamun dipengaruhi oleh kecepatan
arus.
Jenis Fauna
dan Flora yang Terdapat Pada Padang Lamun
Padang lamun merupakan ekosistem
yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga
cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan,
krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata
(Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archastersp., Linckia sp.), dan
cacing Polikaeta.
Ekosistem
Padang Lamun di Perairan Indonesia
Indonesia yang memiliki panjang
garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas bahkan terluas di
daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai
sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994).
Pembahasan
Teluk Banten (5055’-605’
LS dan 10605’-106015’BT) dengan kedalaman yang tidak
lebih dari 10 m dan dasarnya disusun oleh lumpur dan pasir. Di perairan teluk
banten ini ditemukan 7 spesies lamun yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea
rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium
isoetifolium, dan ThalassiaHemprichii. Dan dapat diketahui jenis lamun yang
dominan di perairan ini adalah Enhalus acoroides.
contoh gambar : Enhalus acoroides
Lamun Enhalus
acoroides adalah salah satu jenis lamun di perairan Indonesia yang umumnya hidup
di sedimen berpasir atau berlumpur dan daerah dengan bioturbasi tinggi.
Rantai Makanan Pada Ekosistem Padang
Lamun
Ekosistem padang lamun di Teluk
Banten memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga biota-biotanya bervariasi
contohnya ; ikan muda seperti ambassis sp yang paling dominan, jenis-jenis
moluska, udang, bivalve dan gastropoda serta echinodermata. Dalam sistem rantai
makanan khususnya pada daun-daun lamun yang berasosiasi dengan alga kecil yang
dikenal dengan periphyton dan epiphytic dari detritus yang merupakan
sumber makanan terpenting bagi hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil dan
invertebrate kecil contohnya ; beberapa jenis udang, kuda laut, bivalve,
gastropoda, dan Echinodermata. Lamun juga mempunyai hubungan ekologis dengan
ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya. Epiphyte ini dapat
tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun lamun dan sangat di
senangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil.
Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
serangan predator. Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai
jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun
detrivor. Perubahan rantai makanan ini bisa terjadi karena adanya perubahan
yang cepat dari perkembangan perubahan makanan oleh predator,dan adanya
perubahan musiman terhadap melimpahnya makanan untuk fauna.
Selain duyung, manate dan penyu,
tidak banyak jenis ikan dan invertebrata yang diketahui memakan daun-daun lamun
ini. Sehingga kemungkinan yang paling besar, lamun ini menyumbang ke
dalam ekosistem pantai melalui detritus, yakni serpih-serpih bahan organik
(daun, rimpang dll.) yang membusuk yang diangkut arus laut dan menjadi bahan
makanan berbagai organisme pemakan detritus (dekomposer). (Nybakken 1988).
Dengan kata lain aliran energy di padang lamun itu sendiri terjadi karena
adanya proses makan memakan baik itu secara langsung dari daun lamunnya terus
di makan konsumen I maupun secara tidak langsung sebagai detritus dimakan oleh
konsumen I dan seterusnya. Lamun yang mati akan kehilangan protein dan materi
organic lain yang dimakan oleh fauna pada saat permulaan dekomposisi. Struktur
karbohidrat diambil dari mikroflora (bakteri dan jamur). Banyak dari metozoa
yang dapat mencerna protein bakteri dan serasah daun lamun diekskresi oleh
fauna dan bentuk yang belum dicerna akan didekomposisi lagi oleh mikroba
decomposer sehingga sumbar detritus akan meningkat.
Tipe interaksi antara ekosistem
padang lamun dengan ekosistem mangrovedan terumbu karang (Ogden dan Gladfelter,
1983 dalam Bengen, 2001)
Aliran materi dari padang lamun ke
sistem lain (terumbu karang atau mangrove) kecil sekali (NIENHUIS at al
.1989). Jumlah materi yang di alirkan ke sistem lain di duga tidak mencapai 10%
dari total produksi padang lamun. Dengan kata lain padang lamun ini merupakan
sistem yang mandiri (self suistainable system). Namun kemandirian padang lamun
tidak meniadakan kehadiran dari kepentingan interaksi biotik dari ekosistem
sekitarnya. Sistem dipadang lamun diketahui sebagai suatu habitat untuk ratusan
jenis-jenis hewan (NONTJI, 1987; HUTOMO & MARTOSEWOJO. 1977)
Posisi padang lamun tropis yang
terletak diantara mangrove dan terumbu karang yang bertindak sebagai daerah
penyangga yang baik, mengurangi energi gelombang dan mengalirkan nutrisi ke
ekosistem terdekatnya. Tetapi interaksi ekosistem tersebut (mangrove, padang
lamun dan terumbu karang) dalam hubungannya dengan degradasi penyangga adalah
jelas keterkaitannya. Kerusakan dari salah satu ekosistem dapat menyebabkan
akibat jelek pada ekosistem lainnya dalam hubungannya dengan
perubahan-perubahan keseimbangan lingkungan dan konsekwensinya akan merubah
struktur komunitas keseluruhannya.
Data yang diperoleh mengenai
produktifitas padang lamun di teluk banten adalah seperti dibawah ini:
Namun kini daerah padang lamun
tersebut semakin menyempit dikarenakan aktivitas manusia seperti reklamasi atau
pengurungan pantai untuk pembangunan atau perluasan industri di daerah tersebut
yang ternyata menurut data yang diperoleh telah terjadi pengurangan seluas 25
ha. Sehingga pertumbuhan, produksi ataupun biomasanya akan mengalami
penyusutan. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk memperkecil penyempitan lahan itu
melalui penelitian transplantasi dan restorasi padang lamun.
Keberadaannya yang berada di daerah
estuaria dan pesisir, yang merupakan perbatasan antara daratan dan lautan,
menyebabkan padang lamun terancam oleh berbagai faktor yang disebabkan oleh
manusia, selain juga oleh perubahan iklim global saat ini.
Gangguan dan ancaman terhadap lamun
pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua golongan yakni gangguan alam dan
gangguan dari kegiatan manusia (antropogenik).
a.
Gangguan
Alam
Selain kerusakan fisik akibat
aktivitas kebumian, kerusakan lamun karena aktivitas hayati dapat pula
menimbulkan dampak negatif pada keberadaan lamun. Sekitar 10 – 15 % produksi
lamun menjadi santapan hewan herbivor, yang kemudian masuk dalam jaringan makanan
di laut. Di Indonesia, penyu hijau, beberapa jenis ikan, dan bulubabi,
mengkonsumsi daun lamun. Duyung tidak saja memakan bagian dedaunannya tetapi
juga sampai ke akar dan rimpangnya.
b.
Gangguan
dari aktivitas manusia
Pada dasarnya ada empat jenis
kerusakan lingkungan perairan pantai yang disebabkan oleh kegiatan manusia,
yang bisa memberikan dampak pada lingkungan lamun di Teluk Banten:
1.
Kerusakan
fisik
Kerusakan fisik terhadap padang
lamun telah dilaporkan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Di Pulau Pari
dan Teluk Banten, kerusakan padang lamun disebabkan oleh aktivitas
perahu-perahu nelayan yang mengeruhkan perairan dan merusak padang lamun.
Reklamasi dan pembangunan kawasan industri dan pelabuhan juga telah melenyapkan
sejumlah besar daerah padang lamun seperti terjadi di Teluk Banten.
2.
Pencemaran
laut
Pencemaran laut dapat bersumber dari
darat (land based) ataupun dari kegiatan di laut (sea based). Pencemaran asal
darat dapat berupa limbah dari berbagai kegiatan manusia di darat seperti
limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, atau pengelolaan lahan
yang tak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti pembalakan hutan yang
menimbulkan erosi dan mengangkut sedimen ke laut. Bahan pencemar asal darat
dialirkan ke laut lewat sungai-sungai atau limpasan (runoff).
3.
Penggunaan
alat tangkap tak ramah lingkungan
Beberapa alat tangkap ikan yang tak
ramah lingkungan dapat menimbulkan kerusakan pada padang lamun seperti pukat
harimau yang mengeruk dasar laut. Penggunaan bom dan racun sianida juga
ditengarai menimbulkan kerusakan padang lamun.
4.
Tangkap
lebih
Salah satu tekanan berat yang
menimpa ekosistem padang lamun adalah tangkap lebih (over fishing), yakni
eksploitasi sumberdaya perikanan secara berlebihan hingga melampaui kemampuan
ekosistem untuk segera memulihkan diri. Tangkap lebih bisa terjadi pada ikan
maupun hewan lain yang berasosiasi dengan lamun. Banyak jenis ikan lamun yang
kini semakin sulit dicari, dan ukurannya pun semakin kecil.
Demikian pula teripang pasir
(Holothuria scabra), dan keong lola (Trochus) yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi, sekarang sudah sangat sulit dijumpai dalam alam. Duyung yang hidupnya
bergantung sepenuhnya pada lamun kini telah menjadi hewan langka yang
dilindungi, demikian pula dengan penyu, terutama penyu hijau.
Dalam pengelolaan padang lamun, yang
terpenting adalah mengenali terlebih dahulu akar masalah rusaknya padang lamun
yang pada dasarnya bersumber pada perilaku manusia yang merusaknya. Berdasar
acuan tersebut maka akar masalah terjadinya kerusakan padang lamun dapat
dikenali sebagai berikut:
1.
Kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang lamun dan perannya dalam lingkungan.
2.
Kemiskinan
masyarakat
3.
Keserakahan
mengeksploitasi sumberdaya laut
4.
Kebijakan
pengelolaan yang tak jelas
5.
Kelemahan
perundangan
6.
Penegakan
hukum yang lemah
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Padang lamun adalah ekosistem
pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun
(seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan
berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah
permukaan air laut.
Padang lamun memiliki peranan
ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai tempat asuhan, tempat berlindung,
tempat mencari makan, tempat tinggal atau tempat migrasi berbagai jenis hewan.
Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang
mengancam kelangsungan ekosistem lamun.
kondisi padang lamun semakin
menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh gangguan alam dan aktivitas
manusia.
Saran
Sebaiknya kita dapat
membentuk suatu forum.Untuk melakukan pelestarian dan melindungi ekosistem laut
seperti lamun,terumbukarang dan mangrove.
Sebaiknya melakukan pendekatan
terpadu yang melibatkan berbagai pihak untuk membuat solusi tepat dalam
mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara
terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).
DAFTAR
PUSTAKA
Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun,
Enhalus acoroides di rataan terumbu di Pari Pulau Seribu. Dalam: P3O-LIPI,
Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai
Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI,
Jakarta.
Kiswara W. 1993. Struktur Komunitas Padang
Lamun di Perairan Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar
Ilmiah Nasional Biologi XI, Ujung Pandang 20-21 juli 1993.
PKSPL(Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan).1999. Perumusan kebijakan pengelolaan hayati laut Sulawesi Selatan.
Proyek kerjasama BAPEDAL dengan Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor.
No comments:
Post a Comment